CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Assalamu'alaikum

Welcome Myspace Comments

Music is my life ...

Hello! Myspace Comments

Saturday, March 19, 2011

Sifat Manusia Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Letak Geografis

Sifat Manusia Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Letak Geografis


Pengertian Geografi

Strabo
Strabo menyebutkan bahwa Geografi erat kaitannya dengan karakteristik tertentu mengenai suatu tempat dengan memperhatikan juga hubungan antara berbagai tempat secara keseluruhan. Geografi sejak perkembangannya, dimulai dari menceritakan tentang daerah lain, sudah lebih dikhususkan lagi dan sudah adanya konsep region yaitu daerah sudah mempunyai ciri khas tersendiri. Adanya hubungan daerah (tempat).

Frank Debenham
Frank Debenham berpendapat "Geography is philosophy of place" (Geografi adalah filosofi mengenai suatu tempat). Pendapat tersebut memberikan pengertian bahwa Geografi lebih luas dan lebih mendalam, di dalamnya sudah ada hubungan cara pandang dengan menanggapi lingkungan alam, atau lingkungan tempat tinggal, sedangkan arti filosofis masih memerlukan tanggapan tersendiri.


Kekeringan dan Kekurangan

Kekeringan dan kekurangan. Dua kata bersanding dijadikan judul tulisan ini cukup relevan dipercakapkan mengingat geografis kepulauan NTT semi ringkai sangat rentan terhadap ketersediaan pangan yang terkait dengan peralihan musim. Dua fenomena ini, 'kekeringan' (baca iklim yang kering) dan 'kekurangan' (baca kurang pangan) merupakan dua variabel penting dalam menyikapi permasalahan penduduk dan lingkungan di NTT.

Betapa tidak, fenomena alam berupa iklim yang kering dan fenomena sosial kurang pangan selalu menjadi isu krusial yang muncul setiap tahun. Dua kondisi ini memiliki hubungan yang resiprokal karena interaksinya bersifat kausalitas, pada kedudukan interdependen. Artinya apa yang terjadi pada lingkungan kita dipastikan akan berdampak pada kehidupan penduduknya (penganut paham deterministik).

Di sisi yang lain perilaku manusia yang sifatnya artifisial dapat menimbulkan dampak lansung maupun tidak langsung pada lingkungan (aliran posibilistik). Fenomena kekeringan dan kurang pangan sering diangkat oleh media lokal (Pos Kupang) di mana kekeringan yang menyebabkan kurang pangan melanda beberapa kabupaten di Flores, Sumba, Alor dan Timor. Akibatnya komoditas penting yang merupakan pangan pokok beras dan jagung telah didatangkan terutama dari Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.



Masalah kekeringan

Masalah kekeringan merupakan realitas lingkungan fisikal yang kejadiannya disebabkan oleh proses alami, terutama aspek klimatologis, intensitasnya variatif dan fluktuatif juga diakibatkan oleh peranan manusia langsung atau tidak langsung. Masalah kekurangan pangan merupakan kejadian manusiawi intensitasnya variatif dan fluktuatif diakibatkan oleh kejadian yang alami dan manusiawi.

Agar dapat memahami dua variabel krisis tersebut, ada baiknya memahami kondisi lingkungan kepulauan NTT yang dipengaruhi iklim tropis semi rangkai (semi aride). Ada beberapa faktor geografis yang dapat menjelaskan fenomena kekeringan yang selalu muncul di NTT. Faktor-faktor itu adalah: 1) Letak astronomis NTT adalah 8° - 12° Lintang Selatan dan 118° - 125° Bujur Timur. Letak astronomis seperti ini berada di luar mintakat (zone) doldrums, atau dikenal juga dengan palung equatorial. Palung equatorial ini berada pada posisi 5° - 6° lintang bumi (Lintang Utara dan Lintang Selatan). Posisi di luar mintakat ini berdampak pada kurangnya curahan hujan atau presipitasi. Mintakat doldrums merupakan zone konvergensi di sekitar garis katulistiwa yang memiliki karakteristik hujan dengan intensitas tinggi sepanjang musim. 2) Letak geografi, NTT terletak di bagian tenggara, berimplikasi kurangnya curah hujan, karena angin musim yang membawa hujan berhembus dari arah barat, makin ke timur kandungan uap air makin rendah. Perhatikan Sumba Barat lebih basah dibanding Sumba Timur. Begitu juga Flores, bagian barat lebih banyak hujannya ketimbang di bagian timur. Di samping itu pengaruh dari gurun di Australia menambah kekeringan di NTT. 3) Faktor topografi, awan hujan yang memiliki kandungan uap air yang tinggi adalah awan cummulus dan awan cummulonimbus. Awan-awan ini akan membentur gunung/pegunungam yang ketinggiannya sekitar 2.000 meter dapat mengakselerasi presipitasi. Topografi di Flores masih memungkinkan akselerasi terjadinya presipitasi, sehingga Flores bagian barat akibatnya juga lebih basah dari Flores bagian timur. Pulau Timor, kebanyakan relief sekitar 500 meter (seperti ditulis W.W Van Bemmlem, Geolog Belanda), sehingga kawasan Gunung Mutis jauh lebih basah ketimbang wilayah lainnya di Timor. 4) Faktor Lahan. Lahan di NTT di tiga pulau besar tanahnya sangat poreus, sifatnya menyerap air yang tinggi, sehingga presipitasi yang mengguyur bumi Flobamor cepat terserap ke bawah permukaan menjadi air infiltrasi. Akibatnya, bagian permukaan cepat kering dan dipicu juga oleh tutupan lahan (land covering) yang rendah sehingga penguapan (evaporasi) tinggi. 5) Faktor vegetasi memiliki korelasi timbal balik dengan iklim karena saling mempengaruhi. Vegetasi sebagai penutup lahan yang cukup mampu mempertahakan tingkat kelembaban. Vegetasi pada relief tinggi juga berperan pada akselerasi presipitasi. 6) Di samping faktor-faktor itu, iklim tropik ringkai di NTT juga tidak terlepas dari pengaruh iklim global dan regional. Iklim global mengalami perubahan (global climate change) diakibatkan oleh pemanasan global (global warming) akibat meningkatnya emitor gas rumah kaca (greenhouse gases) CO2, CH4, CFC, N2O dll. 7) Pengaruh iklim regional terutama dari kawasan Pasifik yang juga berpengaruh pada iklim di NTT adalah fenomena El Nino yang berdampak kemarau yang berkepanjangan dan La Nina yang berdampak musim hujan yang berlebih. 8) Faktor penduduk memiliki peran penting dalam berinteraksi dengan lingkungan, dampaknya bisa positif jika tindakannya ramah lingkungan dan bisa negatif jika tindakannya tidak ramah lingkungan. Kebiasaan membakar padang ilalang oleh petani/peladang lebih banyak mengancam kelestarian lingkungan karena vegetasi ludes terbakar oleh kegiatan membakar untuk persiapan membuka ladang.

Faktor-faktor iklim lokal berintegrasi dengan iklim global dan regional yang membentuk karakteristik iklim di NTT. Faktor-faktor itu saling kait mengait membentuk sistem dalam lingkungan kita sehingga berproses secara siklikal tahunan. Kondisi geografis dan klimatologis inilah yang mempengaruhi NTT secara variatif dan fluktuatif.


Masalah kurang pangan

Jika dikaji lebih jauh masalah kurang pangan yang juga berpotensi muncul setiap tahun, kita harus memahami juga faktor manusia dalam hal ini masyarakat petani/peladang. Faktor dominan yang berpengaruh adalah budaya petani/peladang, yakni: 1) pertanian subsisten dan 2) kultur masyarakat lahan kering. Menyangkut pertanian subsisten, dapat diurai oleh argumentasi berikut. Pakar ekonomi pembangunan negara berkembang, Michael P Todaro, telah lama membuat taksonomi sederhana untuk masyarakat di negara berkembang, yakni masyarakat tradisional, masyarakat transisi dan masyarakat modern. Pada masyarakat petani/peladang tradisional berciri subsisten, teknologi rendah, produktivitas rendah, produksi hanya untuk konsumsi domestik, tidak memiliki kemampuan menabung dan investasi rendah dan daya beli (purchasing power) juga rendah.

Aplikasi teknologi yang rendah (biasanya tofa, linggis, parang, mungkin juga ada cangkul) dan etos kerja yang rendah berdampak pada produktivitas rendah. Etos kerja dapat dibangkitkan dengan budaya dagang. Penulis dalam sebuah seminar ilmiah pernah mengemukakan bahwa budaya berdagang jika dapat berkembang pada masyarakat peladang dapat mengentaskan kemiskinan di NTT. Perkembangan ekonomi yang mencerminkan peradaban dikenal fundamental occupation, perkembangannya yang terakhir adalah kegiatan industri dan perdagangan. Perdagangan memiliki tujuan, meningkatkan pendapatan, meningkatkan produksi, memacu industri, meningkatkan kebutuhan, memperluas lapangan kerja, pemerataan dan sebagainya. Di Indonesia suku bangsa yang terkenal dengan jiwa berdagang antara lain Minang, Jawa, Bugis, Sulawesi Selatan. Di dunia ini bangsa yang tersohor karena kegiatan perdagangannya adalah Cina. Abad 21 dalam era perdagangan bebas Cina dapat menjadi raksasa ekonomi dunia, menggeser Amerika Serikat.

Kultur masyarakat lahan kering dibentuk oleh kondisi agroklimat yang menghadapkan pada pilihan pertanian lahan kering. Pertanian lahan kering dapat diartikan sebagai kondisi di mana tidak terpenuhinya kebutuhan air yang optimal dalam usaha tani. Kondisi ini mengakibatkan petani mengolah lahan usaha tani sangat tergantung pada air hujan. Pertanian model ini dikenal sebagai perladangan, yang menghasilkan padi ladang, jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian. Tanaman hortikultura dan sayur mayur kurang berkembang. Usaha tani seperti itu dijalankan secara turun temurun sehingga membentuk budaya tani lahan kering. Di kalangan masyarakat Timor dikenal istilah atoni pah meto yang bermakna orang dari daerah kering.

Begitu kuatnya tradisi lahan kering sehingga sistem usaha taninya dikenal budaya lahan kering. Cirinya air sepenuhnya tergantung hujan, musim tanam sekali dalam setahun, komoditas terbatas hanya untuk konsumsi, daya beli rendah, daya menabung juga kecil, teknologi rendah sehingga produksinya juga rendah, seperti yang dikemukakan oleh Todaro sebagai petani/peladang tradisional, komersialisasi hasil usaha tani tidak tampak.

Konsep solutif sederhana untuk mengatasi dua kondisi ini adalah: 1) memberdayakan petani termasuk peternak dalam manajemen usaha tani termasuk pasca panen, 2) introduksi teknologi sabit dan cangkul, dan sarana produksi lainnya, 3) menstimulasi usaha tani komersial melalui budaya dagang, 4) menjamin ketersediaan pasar, 5) meningkatkan etos kerja dalam berbagai bidang.

Bagaimana dengan potensi kelautan, ini masalah tersendiri. Penduduk yang bermukim pada pertemuan ekosisem terrestrial dan ekosistem aquatik harus memiliki budaya bahari.

Dalam tataran konsep beberapa solusi di atas kertas terasa mudah diwacanakan, bahkan sudah terlalu sering diwacanakan. Implementasi di lapangan banyak tantangan karena menyangkut transfer iptek dan secara evolutif mengubah budaya bukan persoalan gampang. Upaya dan komitmen berbagai pihak sangat penting, tapi jika mau bertindak, niscaya berita-berita kekeringan dan kurang pangan seperti judul tulisan ini tidak perlu terjadi setiap tahun. Pemda dan masyarakat NTT sudah mampu memekarkan daerah otonom kabupaten hampir dua kali lipat jumlahnya dalam era reformasi, mungkin propinsi pemegang rekor tertinggi. Janji mendekatkan pelayanan, mewujudkan masyarakat maju, adil dan sejahtera, harus menjadi target. Jangan wacana saja, sehingga terkesan pemekaran daerah hanya bagi-bagi kursi jabatan, yang makmur hanya segelintir orang yang kebetulan bisa menjadi pejabat.


Daftar Pustaka :
http://kupang.tribunnews.com/printnews/artikel/52290
http://id.shvoong.com/books/dictionary/2092580-geografi-pemahaman-konsep-dan-metodologi/

Sekian.. ^^ Please leave your comment..

Bye Myspace Comments